PERSENTASE PENGENAAN TARIF PAJAK
1.
Pajak
Penghasilan (PPh)
Pajak penghasilan adalah pajak yang
dipungut dari barang/jasa atau badan usaha atas penghasilan yang di peroleh. Di
dalam UU No.36 tahun 2008, ditentukan
tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
Ø Wajib
pajak perorangan
·
Sampai dengan Rp 50.000.000 = 5%
·
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000
= 15%
·
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp
500.000.000 = 25%
·
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Ø Wajib
pajak badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah sebesar 28%. Tetapi, pada tahun
2010, tarif pajak wajib pajak dan bentuk usaha mengalami penurunan tarif menjadi 25% hal ini sesuai dengan ketentuan pasal
17 ayat 2a UU No.36 tahun 2008.
2.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya.
di Indonesia sendiri sistem yang dianut yaitu sistem tariff tunggal untuk PPN
yaitu sebesar 10%. Landasan hukum
dalam penerapan PPN di Indonesia
adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang_Undang No. 42 Tahun 2009.
3.
Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dikenakan jika sesuai dengan daya pikul wajib pajak
yang mampu membeli barang mewah, dianggap wajib bila dibebani pajak yang lebih
besar.
Landasan
hukum dari pajak penjualan barang mewah yaitu berdasarkan pasal 8 UU Nomor 42
Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, berkisar antara 10% -200%.
4.
Bea
Materai
Bea
Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut
Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai.
Landasan hukum pada pengenaan tarif
pajak bea materai yaitu Berdasar pada UU No.13 Tahun 1983 Tentang Bea Materai,
tarif Bea Materai adalah sebagai berikut :
1)
Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk
dokumen sebagai berikut:
a)
Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya
yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata
b)
Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c)
Surat berharga seperti wesel, promes,
dan aksep selama nominalnya lebih dan Rp1.000.000,00.;
d)
Dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
Ø surat-surat
biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
Ø surat-surat
yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan
untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula.
2)
Untuk dokumen yang menyatakan nominal
uang dengan batasan sebagai berikut:
·
nominal sampai Rp250.000,- tidak
dikenakan Bea Meterai
·
nominal antara Rp250.000,- sampai
Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-
·
nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan
Bea Meterai Rp 6.000,-
3)
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga
nominal.
4)
Efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea
Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
5)
Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga
nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-,
sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.
5.
Bea
cukai
Landasan
hukum pada tarif bea cukai yaitu pasal 5 ayat 1 & 2 UU No.11 Tahun 1995,
sebagai berikut :
a)
Barang Kena Cukai yang dibuat di
Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya:
1.
250% dari Harga Dasar apabila Harga
Dasar yang digunakan adalah Harga JualPabrik; atau
2.
55% dari Harga Dasar apabila Harga
Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
b)
Barang
Kena Cukai yang diimpor dikenai cukai berdasarkan tarif
setinggi-tingginya:
1.
250% dari Harga Dasar apabila Harga
Dasar yang digunakan adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau
2.
55% dari Harga Dasar apabila Harga
Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran.
6.
Pajak
Kendaraan Bermotor
Pajak
Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah pajak yang dipungut
atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Pada PKB ini persentase tarif pajaknya
bersumber dari :
·
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
Tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
- Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Presentase tarif PKB di setiap daerah
itu berbeda misalnya saja di provinsi Papua ditetapkan sebesar :
- 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum.
- 1% untuk kendaraan bermotor umum
- 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat/besar
7.
Pajak
Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat
BBN-KB adalah pajak yang dipungut atas penyerahan kendaraan bermotor. Yang
disebabkan oleh perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau terjadi karena
jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Persentase
pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor seperti pada Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) yaitu :
§ Tarif
BBN-KB atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar:
10% (sepuluh persen) untuk kendaraan
bermotor umum dan tidak umum.
3%
(tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat berat/besar.
§ Tarif
BBN-KB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:
1% (satu persen) untuk kendaraan
bermotor umum dan tidak umum.
0,3%
(nol koma tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat berat/besar.
§ Tarif
BBN-KB atas penyerahan warisan ditetapkan sebesar:
0,1% (nol koma satu persen) untuk
kendaraan bermotor umum dan tidak umum.
0,03% (nol koma nol tiga persen) untuk
kendaraan bermotor alat berat/besar.
8.
Pajak
Bumi dan Bangunan(PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
daerah. Pada perda kota makasaar di dalam pasal 65 yang berbunyi ‘Tarif Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ditetapkan sebesar 0,3 persen’ hal ini
sudah mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar. Pada pasal 65 yang sebelumnya
hanya terdiri satu poin, setelah perubahan maka menjadi tiga ayat dengan
beberapa poin di dalamnya. Pasal 65 berbunyi :
(I) Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan:
a.
Untuk NJOP kurang dari Rp 1 miliar ditetapkan
sebesar 0,1 %
b.
Untuk NJOP Rp 1 miliar atau lebih ditetapkan
sebesar 0,2 %
(II) Dalam
hal pemanfaatan bumi dan bangunan dapat menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan, maka dikenakan tambahan tarif sebesar 50 % dari tarif pajak bumi
dan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) sehingga menjadi sebagai berikut :
a.
Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 miliar
ditetapkan sebesar 0,15 % per tahun.
b.
Untuk NJOP di atas Rp 1 miliar
ditetapkan sebesar 0,3 % per tahun.
(III) Dalam
hal pemanfaatan bumi dan bangunan ramah lingkungan dan atau merupakan bangunan
atau lingkungan cagar budaya, maka dapat diberikan pengurangan sebesar 50 %
dari tarif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) sehingga
menjadi sebagai berikut :
a.
Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 miliar
ditetapkan sebesar 0,05 % per tahun.
b.
Untuk NJOP di atas Rp 1 miliar
ditetapkan sebesar 0,1% per tahun.
9.
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Besarnya
tarif bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan kita mengambil contoh pengenaan tariff pajak di daerah Makassar
.Berdasarkan peraturan daerah kota makassar nomor : 3 tahun 2010 tentang pajak
daerah kota Makassar, dalam pasal 73 dikatakan bahwa” Tarif Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar 5% (lima persen).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar