A.
Macam-Macam Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah suatu
bentuk aktivitas masyarakat yang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu dalam
masyarakat karena adanya penyimpangan-penyimpangan sosial. Hal ini dilakukan
agar kestabilan dalam masyarakat kembali dapat tercapai. Berdasarkan
aspek-aspek tertentu, pengendalian sosial dapat dibedakan, menjadi berikut ini.
Berdasarkan waktu pelaksanaannya,
pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, berikut ini.
a. Tindakan preventif; yaitu tindakan yang dilakukan oleh pihak berwajib sebelum
penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau
dicegah. Pengendalian yang bersifat preventif umumnya dilakukan dengan cara
melalui bimbingan, pengarahan dan ajakan. Contohnya kegiatan penyuluhan yang
dilakukan oleh dinas-dinas terkait tentang bahaya yang ditimbulkan sebagai
akibat dari pemakaian narkoba.
b. Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya kembali
b. Tindakan represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya. Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya kembali
a. Pengendalian internal; pengendalian
sosial jenis ini dilakukan oleh penguasa atau pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan (the rulling class) untuk menjalankan roda pemerintahannya melalui
strategi-strategi politik. Strategi-strategi politik tersebut dapat berupa
aturan perundang-undangan ataupun program-program sosial lainnya.
b. Pengendalian eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpanganpenyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
b. Pengendalian eksternal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpanganpenyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
3.
Berdasarkan Cara atau Perlakuan Pengendalian Sosial
a. Tindakan persuasif; yaitu
tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara pendekatan secara damai tanpa
paksaan. Bentuk pengendalian ini, misalnya berupa ajakan atau penyuluhan kepada
masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Contohnya seorang guru
BP menasehati dan menghimbau kepada siswa untuk tidak merokok.
b. Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP.
b. Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP.
a. Pengendalian pribadi; yaitu
pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu (panutan). Pengaruh ini
dapat bersifat baik atau pun buruk.
b. Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
b. Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d. Pengendalian tidak resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.
B.
Tahapan Pengendalian Sosial
Sebagai suatu proses, pengendalian
sosial yang berlaku di masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut ini.
Tahap sosialisasi atau pengenalan
merupakan tahap awal proses pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat
dikenalkan pada bentuk-bentuk penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya.
Pengenalan tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang
akan diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Di
dalam hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah
perilaku penyimpangan sosial.
Tahap penekanan sosial dilakukan
untuk mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah
disertai dengan pelaksanaan sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan
penyimpangan. Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat
segan dan tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
Pada tahap ini, terlihat adanya
pihak pelaku pengendalian sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini
dilakukan jika tahaptahap yang lain tidak mampu mengarahkan tingkah laku
manusia sesuai dengan norma atau nilai yang berlaku. Berdasarkan pelakunya,
tahap pendekatan kekuasaan atau kekuatan ini dapat dibedakan, menjadi berikut
ini.
a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok; misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap anggotanya; misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain; misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga adiknya.
a. Pengendalian kelompok terhadap kelompok; misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b. Pengendalian kelompok terhadap anggotanya; misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar di sekolah itu.
c. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain; misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga adiknya.
Dalam penerapannya, pengendalian
sosial mempunyai beberapa bentuk, seperti gosip, teguran, hukuman atau sanksi,
serta pendidikan dan agama. Berikut ini uraian singkat mengenai bentuk-bentuk
pengendalian sosial tersebut.
Gosip adalah kabar yang tidak
berlandaskan fakta. Gosip disebut juga kabar burung atau desas-desus. Suatu
gosip tersebar di masyarakat jika pernyataan secara terbuka tidak dapat
dilontarkan secara langsung atau belum menemukan bukti-bukti yang sah. Pada
umumnya, gosip merupakan kritik tertutup yang ditujukan pada seseorang atau
lembaga yang melakukan penyimpangan sosial. Dalam hal ini, orang atau lembaga
yang terkena gosip akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya, jika tidak, maka
orang atau lembaga tersebut akan dicemooh, dikucilkan, dan merasa terisolir
dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Teguran adalah kritik sosial yang
bersifat terbuka, baik lisan atau pun tertulis, terhadap orang atau lembaga
yang melakukan tindak penyimpangan sosial. Teguran dilakukan secara langsung
kepada pelaku tindak penyimpangan agar pelaku tindak penyimpangan tersebut
menyadari perbuatannya dan dapat
segera menghentikan tingkah laku menyimpangnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
3.
Sanksi atau Hukuman
Sanksi atau hukuman merupakan
tindakan tegas yang diambil jika teguran tidak lagi diindahkan oleh pelaku
tindak penyimpangan. Sanksi atau hukuman merupakan bentuk pengendalian sosial
yang efektif karena pelaku tindak penyimpangan akan mengalami kerugian atau
penderitaan, misalnya didenda, diskors, atau mengalami hukuman fisik. Dalam hal
ini, sanksi atau hukuman hanya dapat diberikan oleh pihak yang memiliki
kekuatan hukum atau resmi berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam
pelaksanaannya, sanksi atau hukuman berfungsi untuk:
a. memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial; dan
b. memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan menyimpang (schock theraphy).
a. memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial; dan
b. memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan menyimpang (schock theraphy).
Pendidikan, baik formal ataupun
nonformal, merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial yang telah
melembaga. Pendidikan dapat berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk sikap
mental anak didik sesuai dengan kaidah dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Pendidikan memberi pengertian akan hal yang baik dan hal yang buruk
melalui pendekatan ilmiah dan logika.
Agama merupakan penuntun umat
manusia dalam menjalankan perannya di muka bumi ini. Dalam ajaran agama,
manusia dituntut untuk mampu menjalin hubungan baik dengan Tuhan, menjalin
hubungan baik antarmanusia, dan menjalin hubungan baik dengan alam
lingkungannya. Dalam ajaran agama dikenal adanya dosa dan pahala. Dosa akan
diterima manusia jika mereka melakukan penyimpangan dari aturan-aturan yang
telah ditetapkan dalam ajaran agama sesuai dengan petunjuk dari kitab suci atau
nabi. Dosa yang dilakukan manusia akan memperoleh balasan atau hukuman dari
Tuhan YME kelak di kehidupan lain (akherat). Adapun pahala akan diterima
manusia jika mereka melakukan hal-hal baik sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditetapkan dalam kitab suci atau ajaran nabi. Berdasarkan uraian tersebut, maka
agama merupakan bentuk pengendalian sosial yang tumbuh dari hati nurani
berdasarkan kesadaran dan tingkat keimanan seseorang sesuai dengan agama atau
kepercayaan yang dianutnya. Berbagai bentuk pengendalian sosial tersebut,
pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Berikut ini beberapa fungsi pengendalian sosial.
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
2. Memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan.
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut.
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Berikut ini beberapa fungsi pengendalian sosial.
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
2. Memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma kemasyarakatan.
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut.
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.